PERTEMUAN SOSIALISASI RKPB KABUPATEN SIGI
Pada 8 Agustus 2019, KARINA Unit Partners for Resilience Indonesia memfasilitasi pertemuan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi. Pertemuan yang diadakan di Swiss-Belhotel, Palu, Sulawesi Tengah ini bertujuan untuk mensosialisasikan rencana penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB) untuk Kabupaten Sigi kepada seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) maupun lembaga-lembaga yang terkait.
Bupati Sigi, Mohammad Irwan, S.Sos., M.Si. dalam sambutannya menyatakan komitmen Kabupaten Sigi untuk menyusun dokumen RPKB tersebut dan mendorong seluruh OPD serta lembaga yang akan terlibat dalam penyusunannya untuk bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya.
“Kejadian bencana menyadarkan banyak pihak bahwa pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana menjadi sangat penting untuk mengurangi dampak korban meninggal dan kerusakan, serta kerugian akibat bencana. Makanya sangat penting terkait dengan diskusi hari ini menghasilkan sebuah ketetapan yang harus kita lakukan dan laksanakan,” kata Irwan.
Terkait komitmen dan kesiapsiagaan Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, Irwan menyatakan bahwa seharusnya RPKB ini sudah disiapkan sejak sebelum terjadi bencana.
“Tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Pertama, peraturan daerah tentang kebencanaan itu memang sudah ada. Hanya saja belum tersosialisasikan dengan baik dan hal ini menjadi persoalan yang pelik,” kata Irwan.
Lebih lanjut, Irwan menyatakan bahwa ketika bencana itu terjadi tentu menjadi komitmen pemerintah daerah. Salah satunya adalah dengan menyusun mitigasi kebencanaan yang ada.
“Saya bersyukur hari ini bisa terwujud diskusi yang diprakarsai oleh teman-teman NGO yang sangat luar biasa. Nah, harapan saya akan menghasilkan dokumen yang akan kita jadikan panduan.
Apakah nanti dalam bentuk keputusan atau kita dorong yang lebih besar lagi ruang lingkupnya, dalam bentuk peraturan daerah agar dokumen ini dipakai,” tambahnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Dearah (BPBD) Kabupaten Sigi, Asrul Repadjori, dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa dalam situasi tidak terjadi bencana, maka peran masyarakat dalam kesiapsiagaan menjadi penting.
“Menjaga keberadaan alat-alat pendeteksi dini penting adanya, sehingga tidak lagi terjadi pencurian alat dari BMKG seperti yang terjadi baru-baru ini. Alhamdulillah dalam waktu 1 minggu ini akan ada alat deteksi dini banjir yang akan kami tempatkan di desa Salua,” kata Asrul.
Hadir pula dalam pertemuan tersebut Kepala Seksi Penerapan Siaga, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dian Andry Puspita Sari dan fasiltator Direktorat Kesiapsiagaan, Agus Sardiyarso. Keduanya memaparkan tentang apa itu RPKB, mengapa dokumen ini dibutuhkan, dan pengalaman-pengalaman pendampingan mereka di daerah-daerah lain terkait penanganan kebencanaan.
Sudah terbentuknya beberapa satuan tugas (satgas) di tingkat Kabupaten Sigi menjadi kelebihan tersendiri. Melalui satgas- satgas tersebut, siapa melakukan apa, dimana untuk setiap potensi bencana yang ada di Kabupaten Sigi, bisa disusun saat kesiapsiagaan.
“RPKB itu digunakan untuk beberapa ancaman bencana, berisi pelaku-pelaku dalam penanganan darurat bencana beserta tugas dan tanggungjawabnya, serta mekanisme dan pola koordinasi dan pola komunikasinya,” jelas Dian.
Untuk mewujudkan tujuan penanggulangan bencana ini pemerintah tidak bisa sendiri.
“Itu sebabnya ada lima unsur yang diundang pada pertemuan ini, yaitu pemerintah, lembaga usaha, media, para pakar, dan masyarakat sipil, Harus ada sinergitas antar unsur tersebut untuk menanggulangi bencana ini dari mulai level perencanaan, tanggap darurat sampai ke tahap rehabilitasi dan rekonsiliasi,” kata Dian.
Dalam kesempatan berikutnya, Agus Sardiyarso menyatakan bahwa RPKB yang akan disusun ini adalah milik Kabupaten Sigi, bukan milik provinsi, apalagi milik pusat. Hal kedua yang Agus sampaikan adalah bahwa proses penyusunan dilakukan bersama seluruh pemangku kepentingan terkait dalam penanganan darurat bencana.
“RPKB merupakan kerangka atau prosedur bagi mekanisme Penanganan Darurat, jadi harus ada pada setiap tingkatan.
Kemudian RPKB berisi Rencana Statis atau Kerangka, tidak menyebutkan jangka waktu, jadwal dan besaran sumber daya,” kata Dian.
Jadi RPKB adalah kerangka yang mengikat pada tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi dan organisasi dalam penanggulangan kedaruratan,” lanjut Dian.
Kemudian, RPKB tidak menyebutkan jangka waktu, jadwal, dan besaran sumberdaya.
“Hal itulah yang membedakan antara RPKB dengan Rencana Kontijensi (renkon). RPKB itu rencana statis, sedangkan rencana kontijensi adalah rencana dinamis,” tambahnya.
Dukungan positif muncul dari berbagai pihak yang hadir dalam pertemuan sosialisasi tersebut. Rahmat Saleh, Direktur Eksekutif Karsa Institute menyampaikan harapannya agar dokumen RPKB yang akan disusun ini betul-betul bisa diterapkan di Kabupaten Sigi.
“Oleh karena itu keterlibatan kami, keterlibatan tokoh adat, teman-teman ORARI, media massa, pemerintah daerah. OPD-OPD menjadi mutlak dalam proses penyusunan dokumen ini ke depan. Agar supaya dokumen ini dokumen yang betul-betul sesuai dengan kondisi kita,” kata Rahmat.
Dalam salah satu pernyataannya, Kepala Seksi Penerapan Siaga, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dian Andry Puspita Sari menyatakan jika nantinya dokumen RPKB telah selesai disusun, maka Kabupaten Sigi merupakan kabupaten pertama yang memiliki dokumen tersebut. Rencananya setelah pertemuan sosialisasi ini akan segera dibentuk Tim Penyusun RPKB Kabupaten Sigi dan kemudian diadakan lokakarya untuk penyusunan rancangan RPKB tersebut. (mdk)